Berita

Tarif resiprokal AS turun, otomotif RI masih perlu genjot daya saing

×

Tarif resiprokal AS turun, otomotif RI masih perlu genjot daya saing

Sebarkan artikel ini


Jakarta (ANTARA) – Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu,  menilai penurunan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dari 32 persen menjadi 19 persen memberikan angin segar bagi industri otomotif di Indonesia, namun perlu meningkatkan daya saingnya.

“Penurunan tarif resiprokal AS ini tampaknya akan memberi ruang bernapas sementara bagi industri otomotif Indonesia yang pada tahun 2024 mencapai sekitar 1 miliar dolar AS (sekitar Rp16,3 triliun),” kata dia dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

Meski membantu efisiensi biaya ekspor komponen dan memberi keuntungan bagi industri otomotif RI, Yannes mengungkap keringanan ini bisa jadi hanya bersifat sementara, sebab kebijakan Trump yang bisa saja berubah sewaktu-waktu.

Indonesia juga tetap menghadapi tantangan serius dari negara-negara pesaing di kawasan ASEAN, seperti Thailand dan Vietnam, ungkap Yannes.

Baca juga: DEN: Tarif AS 19 persen buat produk RI lebih bersaing di pasar global

Menurut Yannes, Vietnam yang dikenakan tarif ekspor 20 persen, hanya sedikit di atas Indonesia, memiliki efisiensi produksi yang lebih baik berkat pabrik mobil listrik VinFast yang mulai bersaing secara global.

Di sisi lain, meski Thailand dikenakan tarif lebih tinggi, Negeri Gajah Putih ini telah lama dikenal sebagai basis produksi otomotif utama di Asia Tenggara dengan infrastruktur industri komponen yang matang.

Indonesia dinilai masih memiliki pekerjaan rumah dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing industri otomotif nasional. Dibandingkan Thailand dan Vietnam, sektor otomotif Indonesia dinilai belum cukup terintegrasi dan efisien untuk mengimbangi dinamika perdagangan global yang berubah cepat.

“Indonesia masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing industri otomotifnya,” ujar Yannes.

Walaupun penurunan tarif memberikan manfaat jangka pendek, Indonesia perlu mempercepat reformasi industri otomotif agar mampu bersaing secara berkelanjutan di pasar internasional.

Baca juga: Kadin: Tarif resiprokal turun ke 19 persen pacu ekspor dua kali lipat

Keberlanjutan pertumbuhan sektor ini sangat bergantung pada peningkatan teknologi, efisiensi produksi, dan strategi ekspor yang adaptif terhadap kebijakan global yang fluktuatif.

Sebagaimana diketahui, Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengusulkan penerapan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap seluruh produk asal Indonesia yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.

Namun, hasil negosiasi antara kedua negara menghasilkan tarif baru sebesar 19 persen, serta disepakatinya sejumlah komitmen dagang.

Kesepakatan itu meliputi komitmen pembelian energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS, produk pertanian sebesar 4,5 miliar dolar AS, serta pembelian 50 unit pesawat Boeing, mayoritas model Boeing 777 oleh Indonesia.

Malaysia ditetapkan tarif sebesar 25 persen, Vietnam sebesar 20 persen dan 40 persen transhipment, sementara Thailand sebesar 36 persen.

Baca juga: Analis: Tarif AS 19 persen jadi angin segar bagi sektor padat karya

Baca juga: Ekonom minta waspadai “middle-income trap” akibat kesepakatan tarif AS

Baca juga: Ekonom minta pemerintah buat strategi counter-balance terkait tarif AS

Pewarta:
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

mahjong wins mengganti tombol menjadi lebih gacor menghasilkan banyak uang dari mahjong wins kak junot menang 86 juta